MAKALAH HADIS : MALU
Sumber Gambar : http://www.voa-islam.com/photos/mumtaz/akhwat-muslimah-3.jpg
BAB 1
P E N D A H U L U A N
P E N D A H U L U A N
A.
Latar
belakang
Jika makna malu adalah mencegah dari melakukan sesuatu
yang tercela, maka seruan untuk memiliki malu pada dasarnya adalah seruan untuk
mencegah segala maksiat dan kejahatan. Di samping itu rasa malu adalah ciri
khas dari kebaikan, yang senantiasa diinginkan oleh setiap manusia. Mereka
melihat bahwa tidak memiliki rasa malu adalah kekurangan dan suatu aib.
Pada dasarnya, islam dalam keseluruhan hukum dan
ajarannya, adalah ajakan yang bertumpu pada kebaikan dan kebenaran. Juga
merupakan seruan untuk meninggalkan setiap hal yang tercela dan memalukan[1].
Manusia sekarang sudah jarang yang memiliki rasa malu contohnya dalam kehidupan sehari- hari kita kita sering
menyaksikan manusia yang sudah tidak lagi memiliki rasa malu bila melanggar
hati nurani dan aturan hidup. Cobalah anda lihat dan baca melalui media masa.
Tidak sedikit manusia yang dengan bebasnya melakukan pelanggaran-pelanggaran
terhadap hati nurani dan norma masyarakat yang berlaku. Dari mulai mereka
berpakaian, bersikap dan bertingkah laku.
Jadi sebagai Orang tua dan para pendidik juga ikut
berkewajiban untuk menanamkan rasa malu secara sungguh-sungguh. Untuk itu,
hendaknya mereka menggunakan berbagai metode pendidikan yang baik, seperti
mengawasi perilaku anak-anak dan segera meluruskan jika melihat perbuatan yang
bertentangan dengan rasa malu, memilihkan teman bermain yang baik, memilihkan
buku-buku yang bermanfaat, menjauhkan dari berbagai tontonan yang merusak, dan
menjauhkan dari omongan yang tidak baik.
B.
Rumusan
Masalah
Dari latar
belakang di atas, akan timbul beberapa pertanyaan di antaranya:
1.
Apa
pengertian dan maksud malu?
2.
Apa
macam-macam malu?
3.
Bagaimana
menumbuhkan rasa malu?
4.
Apa
keutamaan dari sifat malu?
BAB II
P E M B A H A S A N
P E M B A H A S A N
A.
Pengertian dan
Maksud Malu
Menurut
bahasa kata malu berasal dari bahasa Arab yaitu ﺤﻴﺎﺀ
(malu) merupakan leburan dari kata ﺤﻴﺎۃ
( hidup). Malu dibangun di atas dasar hidupnya hati, hati semakin hidup
maka rasa malu akan semakin bertambah, bila keimanan mati di dalam hati maka
rasa malu akan hilang, barang siapa yang telah hilang rasa malunya maka dia
adalah orang mati di dunia dan kecelakaan di akhirat.
Menurut
Ibnu Hajar di dalam kitab Fathul Bari berkata : berkata Ar Raghib : malu adalah
menahan jiwa dari segala keburukan, ia adalah kekhususan manusia untuk
menahan dari segala bentuk keinginan agar tidak seperti binatang.
Malu
menurut para ulama’ adalah selalu berontak kepada sifat-sifat tercela, pantang
menolak kebenaran. Ia selalu cenderung mengikuti seruan petunjuk nabi yang
dipahami dari hadist-hadistnya, selalu melakukan kebaikan dan menghargai pelaku
kebaikan. Ia menuntun kepada sikap dan tindakan yang berguna di dalam
masyarakatnya.[2]
عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - مَرَّ عَلَى رَجُلٍ مِنَ الأَنْصَارِ وَهُوَ يَعِظُ أَخَاهُ فِى الْحَيَاءِ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - دَعْهُ فَإِنَّ الْحَيَاءَ مِنَ الإِيمَان
“Dari Salim
bin Abdullah, dari ayahnya, ia berkata, "Rasulullah SAW lewat di hadapan
seorang Ansar yang sedang mencela saudaranya karena saudaranya pemalu. Maka
Rasulullah SAW bersabda, 'Biarkan dia! Sesungguhnya malu itu sebagian dari
iman.'" (Diriwayatkan al Bukhari). [3]
Rasa malu
yang dapat menjadikan seseorang menghindari perbuatan keji adalah akhlak yang
terpuji, karena akan menambah sempurnanya iman dan tidak mendatangkan satu
perbuatan kecuali kebaikan. Namun rasa malu yang berlebih-lebihan hingga
membuat pemiliknya senantiasa dalam kekacauan dan kebingungan serta menahan
diri untuk berbuat sesuatu yang sepatutnya tidak perlu malu, maka ini adalah
akhlak tercela, karena ia merasa malu bukan pada tempatnya.[4]
Lawan dari
malu adalah rasa tidak tahu malu. Ini adalah sifat yang tercela, karena
mendorong pemiliknya untuk melakukan kejahatan, tidak peduli dengan segala
cercaaan, hingga ia melakukan kejahatannya secara terang-terangan. Rasulullah
Saw bersabda, “Semua hambaku akan dimaafkan, kecuali orang yang melakukan
kemaksiatan dengan terang-terangan”.
B.
Macam-macam
Malu
Dalam
ajaran agama disebutkan “malu adalah sebagian dari iman“. ini berarti
bahwa malu merupakan salah satu nilai budi pekerti yang harus di miliki oleh
manusia. Dan juga Rasulullah SAW bersabda, “Memiliki rasa malu itu merupakan
manifestasi dari iman” (HR. Bukhari).
Pada
hakikatnya rasa malu adalah suatu akhlak yang mendorong untuk meninggalkan
hal-hal yang buruk dan kurang memperhatikan haknya orang yang memiliki hak.
Dalam kajian aqidah akhlak sifat malu terbagi menjadi tiga:
1.
Malu
Terhadap Diri Sendiri
Orang yang
mempunyai malu terhadap dirinya sendiri, saat melihat dirinya sangat sedikit
sekali amal ibadah dan ketaatannya kepada Allah SWT serta kebaikannya kepada
masyarakat di lingkungannya, maka rasa malunya akan mendorongnya untuk
meningkatkan amal ibadah dan ketaatan kepada Allah SWT. Orang yang mempunyai
rasa malu terhadap dirinya sendiri, saat melihat orang lain lebih berprestasi
darinya, dia akan malu, dan dia akan mendorong dirinya untuk menjadi orang yang
berprestasi.
2.
Malu
Terhadap Sesama Manusia
Orang yang
merasa malu terhadap manusia akan malu berbuat kejahatan dan maksiat. Dia tidak
akan menganiaya dan mengambil hak orang lain. Walaupun malu yang seperti ini
bukan didasari karena Allah SWT melainkan karena dorongan rasa malu terhadap
orang lain, tapi insya Allah orang tersebut mendapat ganjaran dari Allah SWT
dari sisi yang lain. Tapi perlu dicatat, orang yang merasa malu karena dorongan
adanya orang lain yang memperhatikan, sementara ketika sendiri dia tidak malu,
maka sama artinya orang itu merendahkan dan tidak menghargai dirinya.
Rasa malu
dengan sesama akan mencegah seseorang dari melakukan perbuatan yang buruk dan
akhlak yang hina. Orang yang memiliki rasa malu dengan sesama tentu akan
menjauhi segala sifat yang tercela dan berbagai tindak tanduk yang buruk.
Karenanya orang tersebut tidak akan suka mencela, mengadu domba, menggunjing,
berkata-kata jorok dan tidak akan terang-terangan melakukan tindakan maksiat
dan keburukan.
3.
Malu kepada
Allah
Rasa malu kepada Allah adalah termasuk tanda iman yang
tertinggi bahkan merupakan derajat ihsan yang paling puncak. Nabi bersabda,
“Ihsan adalah beribadah kepada Allah seakan-akan memandang Allah. Jika tidak
bisa seakan memandang-Nya maka dengan meyakini bahwa Allah melihatnya.”(HR
Bukhari).
Malu seperti ini akan menimbulkan kesan yang baik.
Orang yang memiliki rasa malu terhadap Allah SWT akan tampak dalam sikap dan
tingkah lakunya, karena ia yakin bahwa Allah SWT senantiasa melihatnya.
Bila kita kembali kepada hadis Rasulullah di atas yang
mengatakan rasa malu adalah manifestasi dari iman, maka hanya orang-orang yang
imannya menancap kuat dan tumbuh yang memiliki tingkat sensitivitas rasa malu
yang sangat tinggi.
Rasa malu kepada Allah adalah di antara bentuk
penghambaan dan rasa takut kepada Allah. Rasa malu ini merupakan buah dari mengenal
betul Allah, keagungan Allah. Serta menyadari bahwa Allah itu dekat dengan
hamba-hambaNya, mengawasi perilaku mereka dan sangat paham dengan adanya
mata-mata yang khianat serta isi hati nurani.
C.
Menumbuhkan
Rasa Malu
Menumbuhkan
rasa malu dalam kehidupan itu ada banyak cara di antaranya yaitu dengan mulai
dari yang kecil dari diri kita sendiri yaitu dengan membiasakan berkata jujur
dan berperilaku yang benar, pada saat kita bertingkah laku sesuai dengan
kebiasaan yang dilakukan maka jika kita memang dari awalnya sudah biasa
melakukan kebaikan maka sikap dan perilaku kita akan baik tetapi jika
kita terbiasa berbuat salah maka perilaku kita juga akan selalu salah.
Karena
dalam kehidupan manusia yang selalu berbuat salah jika mereka berbuat benar malah
mereka merasa malu karena mereka sudah terbiasa berbuat salah dan jika manusia
itu terbiasa berbuat benar maka jika mereka salah mereka juga akan malu berbuat
salah karena mereka terbiasa berbuat benar maka dari itu mulai dari sekarang
kita harus membiasakan berkata dan berperilaku yang benar karena itu adalah
awal supaya kita sebagai makhluk yang berbudaya dapat menumbuhkan lagi rasa
malu dalam diri kita.
Dan cara
lainnya menumbuhkan rasa malu yaitu dengan mempertegas hukuman bagi pelanggar
kejahatan karena tanpa adanya tindakan yang tegas bagi mereka yang melanggar
maka rasa malu pada masyarakat akan semakin kecil bahkan semakin tidak
ada,sebaliknya jika hukuman bagi pelanggar hukum di pertegas maka maka rasa
malu pun akan tumbuh dan cara lainnya yaitu dengan mempertebal penanaman
moralitas agama karena moralitas agama adalah jalur cukup kuat dalam menanamkan
rasa malu seseorang.
D.
Keutamaan
Malu
Beberapa
keutamaan ilmu berikut ini, yaitu:
1. Malu pada hakikatnya tidak mendatangkan sesuatu
kecuali kebaikan. Malu mengajak pemiliknya agar menghias diri dengan yang mulia
dan menjauhkan diri dari sifat-sifat yang hina. Rasulullah SAW bersabda,
بِخَيْـرٍ. إِلاَّ يَأْتِيْ لاَ اَلْـحَيَاءُ
“Malu itu tidak mendatangkan sesuatu melainkan kebaikan semata-mata.” [5]
(Muttafaq
‘alaihi)
Karena rasa
malu adalah kebaikan. Jadi semakin tebal rasa malu yang dimiliki, maka semakin
banyak kebaikannya dan semakin sedikit rasa malu yang dimiliki, maka semakin
sedikit kebaikannya.
2. Malu adalah cabang keimanan.
3. Allah Azza wa Jalla cinta kepada orang-orang yang
malu.
Rasulullah SAW
bersabda,
ﺍﻦ ﺍﻟﻟﻪ ﻋﺯ
ﻮﺠﻞ ﺤﻲ ﺴﺘﯦ ﺮﯦﺤﺐ ﺍﻟﺤﯦﺍﺀ ﻮﺍﻟﺴﺘﺮ, ﻔﺈﺬ اغتسل احدكم فليستتر
“Sesungguhnya
Allah Azza wa Jalla Maha Pemalu, Maha Menutupi, Dia mencintai rasa malu dan
ketertutupan. Apabila salah seorang dari kalian mandi, maka hendaklah dia
menutup diri.” (HR.Abû Dawud)
4. Malu adalah
alah islam dan akhlak para Malaikat
5. Malu senantiasa seiring dengan iman, bila salah
satunya tercabut hilanglah yang lainnya.
6. Malu akan mengantarkan seseorang ke Surga.
7. Tidak perlu malu saat mengajarkan masalah-masalah
agama dan saat mencari kebenaran. Di dalam Al-Qur’an surat Al-Azhab: 53, Allah
berfirman, “Dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar.”
8. Rasa malu akan membuahkan iffah (kesucian diri). Maka
barang siapa yang memiliki rasa malu, hingga dapat mengendalikan diri dari
perbuatan buruk, berarti ia telah menjaga kesucian dirinya.
BAB III
P E N U T U P
P E N U T U P
A.
Kesimpulan
1.
Kata malu adalah leburan dari kata ﺤﻴﺎۃ ( hidup). Malu dibangun di atas dasar
hidupnya hati, hati semakin hidup maka rasa malu akan semakin bertambah, bila
keimanan mati di dalam hati maka rasa malu akan hilang, barang siapa yang telah
hilang rasa malunya maka dia adalah orang mati di dunia dan kecelakaan di
akhirat.
2.
Pada hakikatnya rasa malu adalah suatu akhlak yang mendorong untuk
meninggalkan hal-hal yang buruk dan kurang memperhatikan haknya orang yang
memiliki hak. Dalam kajian aqidah akhlak sifat malu terbagi menjadi tiga : Malu
kepada diri sendiri, malu kepada sesama manusia, malu kepada Allah.
3.
Menumbuhkan rasa malu dalam kehidupan itu ada banyak cara di antaranya
yaitu dengan mulai dari yang kecil dari diri kita sendiri yaitu dengan
membiasakan berkata jujur dan berperilaku yang benar.
4.
Sifat malu mempunyai beberapa keutamaan, di antaranya : malu dapat
mengantarkan seseorang masuk surga, mencegah seseorang berbuat maksiat, malu
adalah akhlak malaikat dan malu adalah cabang dari iman.
5.
Saran dan Penutup
Telah menjadi sebuah kewajiban bagi kita sebagai
umat islam yang berakhlakul karimah, untuk memiliki sifat malu. Karena malu
adalah sebagian dari iman, maka iman seseorang dapat akan bertambah kuat
apabila mempunyai sifat malu yang kuat dan begitu pun sebaliknya Malu dapat menjaga kesucian diri kita dan
menjaga kehormatan diri kita.
Demikian makalah yang kami buat tentunya
masih banyak kekurangan dan kesalahan, penulis mengharap kritik dan saran yang
mendukung demi terwujudnya makalah yang baik.
Meskipun jauh dari kesempurnaan, penulis berharap
makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Bugha,
Musthafa Dieb, 2003. Al-Wafi Menyelami makna 40 hadist Rasulullah SAW,
(Al-I’tishom, Jakarta Timur)
Baqi, Muhammad
Fuad Abdul, 2014. Mutiara Hadis Shahih Bukhari-Muslim, Sukoharjo:
Penerbit Al-Andalus Solo.
Nashiruddin,
Syaikh Muhammad, 2000. Shahih St-Taghrib bab Adab, Jakarta: Maktabah
al-Ma’arif,
[1] Musthafa Dieb
Al-Bugha, Al-Wafi Menyelami makna 40 hadist Rasulullah SAW, (Jakarta
Timur: Al-I’tishom, 2003), Hal 153.
[2]
Diakses di http://artikelilmiahlengkap.blogspot.com/2013/01/makalah-sifat-malu-atau-rasa-malu.html pada hari Rabu, 31 Maret 2015 jam 14.00 WIB
[3] Syaikh
Muhammad Nashiruddin, Shahih St-Taghrib bab Adab, (Jakarta: Maktabah
al-Ma’arif, 2000), Hal.153
[4] Op.cit.
Al-Wafi. Hal. 154
[5] Muhammad Fuad
Abdul Baqi, Mutiara Hadis Shahih Bukhari-Muslim, (Sukoharjo: Penerbit
Al-Andalus Solo, 2014), Hal. 19