Sumber Gambar : http://www.bingkaiberita.com/wp-content/uploads/2013/11/polisi-tidak-mau-suap.jpg
BAB I
P E N D A H U LU A N
A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang benar. Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW untuk meluruskan aqidah dan akhlak umat manusia. Islam mengajarkan kita bagaimana berprilaku terpuji, baik dalam hidup bermasyarakat maupun dalam bernegara seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW adalah suri tauladan yang baik yang patut dicontoh dan diikuti oleh umatnya. Seperti yang kita ketahui Rasulullah SAW memiliki sifat-sifat terpuji yaitu: siddiq (benar), amanah (terpercaya), tabligh (menyampaikan) dan Fatonah (cerdas).
Namun pada kenyataannya di zaman sekarang ini banyak sekali kita melihat orang yang beragama islam tetapi prilakunya tidak mencerminkan seorang muslim. Contohnya melakukan tindakan korupsi, kebiasaan mencontek yang dilakukan pelajar pada saat ujian, berprasangka buruk terhadap orang lain. Perbuatan-perbuatan tersebut termasuk kedalam perbuatan tercela yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah para remaja, karena remaja-remaja pada saat ini cenderung terpengaruh oleh buduya-budaya luar. Contonya: dalam berpakaian, tingkah laku, khususnya bagi remaja putri banyak sekali kita melihat diluar sana remaja-remaja putri yang tidak menutup auratnya dalam berpakaian, seperti tidak menggunakan jilbab pada saat keluar rumah, menggunakan pakaian yang serba ketat, memakai rok mini, sehingga bisa menimbulkan fitnah. Kemudian dari segi pergaulan, remaja saat ini banyak sekali kita melihat pergaulannya yang tidak mencerminkan akhlak terpuji, seperti: mengkonsumsi narkoba, melakukan sex bebas, tauran dan lain sebagainya. Padahal mereka beragama islam tetapi prilakunya tidak mencerminkan sebagai seorang muslim.
Itulah yang menjadi pokok permasalahan saat ini bagaimana caranya genesasi-generasi penerus bangsa ini bersikap dan berprilaku akhlakul karimah yang dicintohkan oleh Rasulullah SAW. Karena dengan akhlak yang terpuji manusia akan mendapatkan derajat yang tinggi, baik dimata Allah SWT ataupun dengan sesama manusia. Begitu juga sebaliknya, dengan berakhlak tercela manusia akan hina derajatnya disisi Allah SWT dan dihadapan manusia.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, dapat disimpulkan beberapa rumusan masalah:
1. Apakah pengertian Jujur?
2. Apakah Macam-macam Jujur?
3. Apakah Pengaruh Jujur dan Kebohongan?
BAB II
P E M B A H A S A N
A. Pengertian Jujur
Kata jujur adalah kata yang digunakan untuk menyatakan sebuah kebenaran atau bisa dikatakan sebuah pengakuan akan sesuatu yang benar. Semisal apabila ada seseorang yang menceritakan informasi tentang gambaran suatu kejadian atau peristiwa kepada orang lain tanpa ada “perubahan” (sesuai dengan realitasnya ) maka sikap yang seperti itulah yang disebut dengan jujur.
Menurut al-Raghib, jumhur ulama’ berkata : “kebenaran atau kejujuran adalah bila sesuai dengan realitas, sedangkan kedustaan adalah ketika berbeda dengan realitas”. Ulama’ lain berkata : “kebenaran adalah apa yang sesuai dengan keyakinan, sedangkan kedustaan adalah apa yang berbeda dengan keyakinan”.
Kejujuran (kebenaran) ialah nilai dari keutamaan yang utama-utama dan pusat akhlak, dimana dengan kejujuran maka suatu bangsa menjadi teratur, segala urusan menjadi tertib dan perjalananya adalah perjalanan yang mulia. Kejujuran akan mengangkat harkat pelakunya di tengah manusia, maka ia menjadi orang terpercaya, pembicaraanya disukai, ia dicintai orang-orang, ucapanya diperhitungkan oleh para penguasa, dan persaksianya diterima di pengadilan. Dengan ini Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk berlaku jujur, sebagaimana juga Al-Qur’an memerintahkan kepada kita dalam firmanya yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan bersamalah kalian dengan orang-orang yang benar atau jujur”. (9/Al-Taubah 119.)
Kebenaran (kejujuran) berada pada ucapan, akidah dan perbuatan. Kebenaran dalam ucapan adalah ketika sinergi dengan isi hati atau realitas. Kebenaran akan membawa anda berkeberanian bicara dan berkehati-hatian sebelumnya dan tidak mengatakan tanpa dasar pengetahuan. Ketika membicarakan tentang niatan maka jadikanlah pembicaraan itu sejalan dengan niatan kita. Dan jika berjanji maka jadikanlah niatan memenuhinya sebagai kawan setia kemauan. Janganlah meminta pemahaman tentang sesuatu ketika anda sudah mengetahui dengan maksud membujuk orang-orang yang mendengarkan.
Kejujuran adalah ketepatan antara ucapan, isi hati dan realitas yang diberitakan, dimana apabila syarat ini tidak terpenuhi maka bukanlah kejujuran, tetapi kedustaan atau diantara kejujuran dan kedustaan seperti ucapan orang munafik. Istilah yang biasa muncul adalah As Shidiq. As Shidiq ialah orang yang dikenal berkejujuran. Terkadang kata shidiq ini juga digunakan untuk kebenaran dalam keyakinan.
Kita ketahui bahwa sikap jujur merupakan sebagai sumber keutamaan dan sikap dusta sebagai sumber kehinaan, karena dusta menjadikan bangunan hubungan manusia menjadi retak, perjalanan kehiduan jadi tidak stabil, para kawan berguguran jauh dari pandangan mata, dimana mereka tidak lagi membenarkan ucapanya, tidak bertanya terhadap langkah perilakunya dan tidak betah ketika dekat denganya. Disisi lain adalah pembicaraanya dibuang dan persaksianya tidak diterima. Dengan itu nabi melarang untuk berdusta. Di dalam Al-Qur’an terdapat sejumlah ayat yang mengancam terhadap pendustaan. Maka dari itu, pertahankanlah pola kejujuran, dan berkedudukan luhur ditengah masyarakat dan bermartabat luhur disisi Allah. Janganlah berbohong, supaya tidak termasuk orang jahat dan berdusta. Jadikanlah catatan dan amal perbuatan yang putih bersih agar berpendidikan luhur serta diridloi oleh Allah SWT. Jadi sebenarnya kita bisa membedakan lebih baik mana antara sikap jujur dengan bohong, karena kalau kita lebih memilih untuk bersikap bohong maka madlorotlah yang nantiya akan kita dapatkan.
Penulis kitab al-Manazil mengatakan bahwa jujur adalah istilah untuk mengungkapkan hakikat sesuatu yang berwujud dan kejadian yang sesuai dengan kenyataannya. Makna lain kejujuran adalah tercapainya sesuatu dengan sempurna, berikut kekuatan dan seluruh elemennya.
1. Jujur dalam berbicara.
Jujur dalam perkataan adalah bentuk kejmasyhur.Setiap hamba berkewajiban menjaga lisannya , yakni berbicara jujur dan dianjurkan menghindari kata-kata sindiran karena hal itu sepadan dengan kebohongan, kecuali jika sangat dibutuhkan dan demi kemaslahatan pada saat-saat tertentu.
Ketika hendak pergi berperang, Rasulullah saw. selalu menyembunyikan maksudnya agar tidak terdengar oleh pihak musuh karena dikhawatirkan mereka akan siaga untuk memerangi beliau. Rasulullah saw. bersabda,
"Tidaklah (dikatakan) pendusta orang yang mendamaikan manusia, berkata baik, dan menyampaikan (berita) baik." (HR Bukhari dan Muslim)
Seorang hamba wajib jujur ketika dia bermunajat kepada Tuhannya. Misalkan jika dia berikrar, "Sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhan yang telah menciptakan langit dan bumi," tetapi ternyata hatinya tidak pernah mengingat Allah swt. dan sibuk dengan kepentingan dunia. Itu berarti dia telah berbohong. Ini adalah perkara yang berkaitan dengan niat yang tulus adalah fondasi setiap amal.
Setiap muslim dituntut untuk selalu berkata jujur, walau pun bercanda. Rasulullah saw. bersabda,
"Aku akan menjamin rumah dipinggiran surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan walau pun (dalam posisi) benar, dan (aku akan menjamin) rumah di tengah-tengah surga bagi orang yang meninggalkan kata dusta dalam keadaan bercanda, dan (aku akan menjamin) rumah di surga yang paling tinggi bagi orang yang berbudi pekerti tinggi bagi orang yang berbudi pekerti mulia." (HR Abu Dawud; hadits hasan)
Setiap muslim wajib jujur ketika berjual beli. Dengan kata lain, dia harus berkata jujur, tidak menyuap dan tidak menipu. Tersebarnya Islam di seluruh belahan negara Afrika, bahkan di seluruh pelosok dunia, disebabkan oleh kejujuran orang-orang muslim dalam praktik jual-beli mereka. Orang-orang non muslim takjub dengan kejujuran dan toleransi yang ada pada tubuh umat Islam. Itulah yang menyebabkan mereka berbondong-bondong memeluk Islam. Kini, umat Islam. Kini umat Islam sangat membutuhkan etika dan transaksi yang telah diatur oleh Islam demi mewujudkan kebahagiaan seluruh umat manusia.
Kekasih Allah swt. Ibrahim a.s., telah memohon Allah swt. agar menganugerahinya lisan yang jujur. Sebagaimana firman-Nya,
"Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian." (asy-Syu'ara[26]:84)
Allah swt. pun memuliakannya sebagaimana diceritakandi dalam Al-Qur'an,
"Maka ketika dia (Ibrahim) sudah menjauhkan diri dari merek dan dari apa yang mereka sembah selain Allah, Kami anugerahkan kepadanya Ishaq dan Ya'acub. Dan masing-masing Kami angkat menjadi nabi. Dan Kami anugerahkan kepada mereka sebagian dari rahmat Kami dan Kami jadikan mereka buah tutur yang baik dan mulia." (Maryam [19]:49-50)
Nabi Ibrahim a.s. memohon kepada Allah swt. dengan doa tadi agar bisa mendapatkan keampunan-Nya dan perantara yang dapat membantu seorang hamba untuk beramal saleh. Allah swt. berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia menang dengan kemenangan yang agung." al-Ahzab [33]:70-71)
Sebagaimana dijelaskan dalam beberapa kitab tafsir, maksud dari 'perkataan yang benar' adalah perkataan yang jujur atau kalimat la ilaha illallah.
2. Jujur dalam niat dan kehendak.
Kejujuran bergantung pada keikhlasan seseorang. Jika amalnya tidak murni untuk Allah swt., tetapi demi kepentingan nafsunya berarti dia tidak jujur dalam berniat, bahkan bisa dikatakan telah berbohong, seperti kisah tiga orang yang terdapat di dalam hadits berikut ini. Rasulullah saw. bersabda,
"Sesungguhnya orang yang pertama kali akan dimasukkan ke neraka adalah orang yang mati syahid. (pada hari Kiamat kelak), dia akan dihadapakan (kepada Allah untuk dihisab), lalu nikmat-nikmat (yang telah diberikan kepadanya ketika di dunia) akan diperlihatkan kepadanya, maka dia pun mengetahuinya. Allah bertanya kepadanya, 'Apa yang kamu lakukan terhadap nikmat-nikmat ini?' Orang terebut menjawab, 'Hamba berperang di jalan-Mu (untuk menegakkan agama-Mu) hingga hamba gugur sebagai syahid." Allah berfirman, 'Kamu bohong, sebenarnya tujuan kamu berperang agar kamu dikatakan sebagai pemberani (pahlawan) dan kamu sudah mendapat gelar itu.' Kemudian Allah memerintahkan (malaikat-Nya) untuk memasukkannya (ke neraka). Kemudian diseretlah wajahnya (kepalanya) dan dilemparkan ke dalam api neraka. Berikutnya, seorang laki-laki penuntut ilmu, lalu dia mengajarkan ilmunya kepada orang lain, dan dia pun gemar membaca Al-Quran. (Pada hari Kiamat kelak, dia akan dihadapkan (kepada Allah untuk dihisab), lalu nikmat-nikmat 9yang telah diberikan kepadanya ketika di dunia) akan diperlihatkan kepadanya, maka dia pun mengetahuinya. Allah bertanya kepadanya, "Apa yang kamu lakukan terhadap nikmat-nikmat ini?' Orang tersebut menjawab , '(Hamba gunakan nikmat tersebut) untuk menuntut ilmu, lalu hamba mengajarkan ilmu (yang hamba peroleh kepada orang lain), dan hamba juga gemar membaca Al-Qu'ran ikhlas kerana engkau.' Allah berfirman, 'Kamu bohong, sebenarnya tujuanmu menuntut ilmu agar kamu dikatakan orang alim, dan tujuanmu membaca Al-Qu'ran agar kamu dikatakan qari, dan kamu sudah mendapatkan (gelar itu).' Kemudian Allah memerintahkan (malaikat-Nya) untuk memasukkannya ( ke neraka), lalu diseretlah wajahnya (kepalanya) dan dilemparkanlah dia ke dalam api neraka. Selanjutnya, seorang laki-laki yang dilapang-kan rezekinya oleh Allah dan Ia memberinya semua jenisharta. (Pada hari Kiamat kelak), dia akan dihadapkan (kepada Allah untuk dihisab), lalu nikmat-nikmat (yang telah diberikan kepadanya ketika di dunia) akan diperlihatkan kepadanya, maka dia pun mengetahuinya. Allah bertanya kepadanya, 'Apa yang kamu lakukan terhadap nikmat-nikmat ini?' Orang tersebut menjawab, 'Ham-ba tidak pernah meninggalkan satu jalan (jihad) pun yang Tuhan kehendaki agar (hamba) berinfak di jalantersebut, kecuali hamba berinfak dengan ikhlas karena engkau. Allah befirman kepadanya, 'Kamu bohong, sebenarnya tujuan kamu berinfak agar kamu disebut sebagai dermawan, dan kamu sudah mendapatkan gelar itu.' Kemudian Allah memerintahkan (malaikat-Nya) untuk memasukkan (ke neraka) lalu diseretlah wajahnya (kepalanya) dan dilemparkan dia ke dalam api neraja." (HR Muslim)
Hadis di atas mengisahkan tentang tiga mecam orang, yaitu orang yang gemar mengajarkan Al-Qur'an, bersedekah, dan berjihad di jalan allah swt. Akan tetapi, Allah swt. mendakwa merekatelah berbohong pada niat dan kehendaknya, bukan pada malannya sebab merekabenar-benar melakukan apa yang mereka akui.
Oleh kerana itu, Allah swt. mengingatkan orang-orang yang berjihad di jalan-Nya bahwa jika mereka berniat untuk mendapat-kan ridha-Nya, mengorbankan harta dan jiwanya demi tegakkan Islam berarti dia telah mempersembahkan yang terbaik bagi agama, dunia, dan akhirat mereka. Allah swt.berfirman tentang hal ini,
"...Sebab apabila perintahlah (perang) ditetapkan (mereka tidak menyukainya). Padahal jika mereka benar-benar (beriman) kepada Allah, nescaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka." (Muhammad [47]:21)
3. Jujur dalam berkeinginan dan dalam meralisaikannya.
Keinginan atau tekad yang dimaksudkan adalah seperti perkataan seseorang, "Jika Allah memberiku harta, akau akan menginfakkan semuanya." Keinginan seperti ini ada kalanya benar-benar jujur dan da kalanya pula masih diselimuti kebimbangan. Kejujuran dalam merialisasikan keinginan, seperti apabila seseorang bertekad dengan jujur untuk bersedekah. Tekas tersebut bisa terlaksana bisa juga tidak. Penyebab tidak terealisainya tekad tersebut bisa saja karena dia memiliki kebuntuan yang mendesak, tekadnya hilang, atau lebih mengedepankan kepentingan nafsunya. Berkaitan dengan hal ini Allah swt. berfirman,
"Di anatara orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Dan di anatar me yang gugur, dan di ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak sedikit pun tidak mngubah (janjinya)." (al-Ahzab [33]: 23)
Berkaitan dengan sifat jujur dalam menepati janji, Allah swt. memuji Nabi Ismail a.s. dan memerintahkan kita agar meneladaninya. Sebagaimana firman-Nya,
"Dan ceritakanlah (Muhammad) kisah Ismail di dalam Kitab (Al-Qur'an). Dia benar-benar seorang yang benar janjinya, seorang rasul dan nabi." (Maryam [19]:54)
4. Jujur dalam bertindak
Kejujuran dalam bertindak berarti tidak ada perbedaan antara niat dan perbuatan. Jujur dalam hal ini juga bisa berarti tidak berpura-pura khusyu dalam beramal sedangkan hatinya tidaklah demikian.
Salah seorang sahabat pernah berkata, "Aku berlindung kepda Allah swt. dari khusyu munafik." Para sahabat yang lain bertanya, "Apa yang kamu maksud dengan khusyu yang munafik?' Sahabat itu menjawab, "Itu adalah jika kalian melihat gerakan tubuh khusyu, padahal tidak demikian dengan hatinya."
Muthraf berkata, "Apabila niat dan amalan seorang hamba tidak berbeda, Allah swt. akan berfirman, 'Inilah hamba-Ku yang sebenarnya.' Kejujuran adalah dasar keimanan dan syarat diterima amal dan ketaatan. Allah swt. menjanjikan pahala dan kedudukan khusus bagi orang-orang yang senantiasa bersikap jujur. Kejujuran adalah dasar keimanan dan syarat diterimanya amal dan ketaatan Allah swt. menjanjikan pahala dan kedudukan khusus bagi oprang-orang yang senantiasa bersikap jujur. Kejujuran adalah kunci setiap kebaikan, pembeda antara orang yang beriman dan orang munafik, serta pintu dan jalan untuk sampai ke derajat orang-orang yang jujur, yaitu derajat yang paling bagi makhluk setelah derajat para nabi dan rasul."
5. Jujur dalam hal keagamaan.
Jujur dalam agama adalah derajat kejujuran tertinggi, seperti jujur dalam rasa takut kepada Allah swt., mengharap ridha-Nya, zuhud, rela dengan pemberi-Nya, cinta dan tawakal. Semua perkara tadi memiliki fondasi yang menjadi tolok ukur kejujuran seseorang dalam menyikapinya. kejujuran juga memiliki tujuan dan hakikat. Orang yang jujur adalah mereka yang mampu mencapai hakikat semua perkara tadi dan mampu mengalahkan keinginan nafsunya. Sebagaimana dijelaskan oleh Allah swt. di dalam firman-Nya,
"Kebajikan itu bukanlah menghdapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi serta memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, nak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan, dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa."(al-Baqarah [2]:177)
C. Pengaruh Jujur dan Kebohongan
Nilai-nilai kejujuran memang cukup sulit untuk diterapkan pada setiap orang bila hatinya sudah dipengaruhi berbagai kepentingan dan keuntungan. Orang yang sering berteriak-teriak tentang kejujuran saja ternyata banyak yang berbulu musang. lidahnya bicara nilai-nilai kejujuran, namun pada saat lain batinnya bicara kemunafikan. Lidah dan hati justru mudah mereka permainkan. Dan memang dalam berbagai kehidupan sekitar saja mencari hal-hal jujur saja boleh jadi sangat sulit, apalagi pada masa sekarang ini, mencari orang jujur, ibarat mencari jarum ditumpukan jerami, sulit sekali!!!. Kejujuran saat ini sepertinya merupakan harga yang sangat mahal dan langka untuk diketemui. Cobalah lihat berapa banyak orang yang jujur dinegeri kita ini. Terjadinya krisis yang berkepanjangan di negeri kita salah satu penyebabnya adalah kita sering meninggalkan hal-hal yang jujur. Dengan ketidakjujuran mereka bangsa ini jadi terpuruk, dengan ketidakjujuran mereka orang jadi tidak menghargai hukum, Dengan ketidakjujuran mereka akhirnya moral tergadaikan. Yang paling mengerikan adalah bahwa ketidak jujuran bangsa ini sudah menjadi sebuah kesepakatan baik dalam bentuk lembaga maupun individual.
"Katakan yang benar walau terasa pahit", saat ini sangat sulit untuk dijalankan, kita semua terbelenggu dengan sebuah keraguan dan ketakutan dengan ungkapan seperti itu, ketika kita akan mengungkapkan sebuah kejujuran kita pasti berfikir akan adanya sebuah resiko. Padahal bagi orang yang sering menerapkan prinsip-prinsip kejujuran, biasanya mereka terlihat tenang dan damai, mereka tidak berfikir akan resiko karena mereka tahu bahwa mereka benar, mereka juga tahu bahwa prinsip seperti ini justru merupakan ajaran hidup yang dipuji oleh Tuhan, buat mereka kejujuran harus ada, mereka merasa bahwa mereka tidak ada beban sama sekali dalam hidup ini. Hidup dijalani apa adanya, mengalir seperti air. Orang-orang yang terbiasa jujur justru banyak yang segan dengan prilakunya, boleh jadi saat dia hidup tidak dipandang, namun setelah ia wafat orang akan tersu terkenang akan kebaikan dirinya karena ia terkenal dengan kejujurannya.
Pengaruh kejujuran bagi orang yang menjalaninya dengan baik sangatlah luar biasa. Orang yang terbiasa hidup jujur ketika akan melakukan kebohongan tentu akan berfikir akibat dari kebohongan itu, minimal antara dirinya dengan manusia, lihatlah contoh negara-negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, semua maju dengan pesat dalam segala bidang, padahal negara-negara tersebut ada yang tidak beragama, kenapa mereka maju? karena mereka telah mengedepankan nilai-nilai kejujuran dalam hidupnya, hanya mungkin yang kurang pada diri mereka hubungan dirinya dengan Tuhan. Yakinlah bahwa dengan kita menjungjung tinggi nilai kejujuran hidup kita tidak akan pernah gelisah, apalagi kejujuran itu sangat diagungkan oleh Tuhan. Ingat para nabi diturunkan dimuka bumi ini semua diperintahkan oleh Tuhan untuk jujur dalam mengungkapkan kebenaran, mereka dilarang untuk takut dalam mengungkapkan kebenaran, karena takut adalah merupakan sikap yang buruk dalam menjunjung tinggi sebuah kejujuran.
BAB III
P E N U T U P
A. Kesimpulan
Kejujuran merupakan sifat yang tertanam pada diri manusia yang pada dasarnya kemauan pada diri manusia itu sendiri dengan membiasakan diri dan rasa kepercayaan diri yang kuat akan cenderung berdampak positif dari pada negative. Jika menerapkan sikap jujur, secara tidak langsung kita telah melatih kemampuan kita. Sampai dimana kemampuan kita? Itu pernyataan yang akan timbul dan terjawab sendiri dengan hasil yang di peroleh.
B. Saran
Mulailah bersikap jujur dari sekarang. Selalu bersikap jujurlah walau itu pahit. Karena dengan tidak jujur, masalah tidak akan selesai. Justru akan menambah masalah pada kita. Ingatlah bahwa Allah selalu tahu, walaupun itu tak tampak.
Labels:
Hadis
Thanks for reading MAKALAH HADIS : KEJUJURAN. Please share...!
1 Comment for "MAKALAH HADIS : KEJUJURAN"
cukup membantu gan izin share ya